Minggu, 15 April 2012

odong-odong ke bulan

ke bulan, demikian katanya, di bawah temaram langit dengan bintang-bintang yang tidak terang, seperti jerawat yang bertaburan di wajah raksasa, di mulutnya menggantung bulan sabit, serupa pisang.

ke bulan, demikian teriaknya, menggapai setiap orang yang lewat di dekatnya, di jalan setapak yang bercecabang, pinggiran kota kami yang mati, dini hari.

ke bulan, bisiknya, pada orang-orang yang hendak pergi ke pasar, menunjuk-nunjuk pada kursi-kursi yang lengang, tak satupun yang terisi pada kereta odong-odong bermesin traktornya yang terbatuk-batuk. cerobong asapnya seperti cerutu berbahan plastik dan jerami, asap hitam pekat bau solar terbakar.
ke bulan, gumamnya pada pedagang kacang yang pulang, dengan sisa-sisa cerita di wajahnya, dari layar tancap semalam.

                                                                               *     *      *
sudah sebulan ini kota kami dilanda panik, tiba-tiba saja semua mobil berubah jadi odong-odong, tak hanya mobil-mobil keluaran lama, bahkan mobil-mobil berplat nomor putih pun berubah jadi odong-odong. catnya tiba-tiba berubah menjadi cat kuda terbang berwarna-warni, kursi-kursi menjadi kaleng, dan audio  sistemnya berubah jadi toa, seperti speaker masjid, hanya berbunyi lagu-lagu anak-anak dan lagu india, tidak bisa berbunyi selain itu.

tadinya semua anak di kota kami gembira, tidak ada lagi mobil-mobil mewah yang pongah, semua kendaraan beroda empat menjadi odong-odong. namun kegembiraan hanya sesaat, odong-odong tiba-tiba menjadi wabah mengerikan, semua benda beroda tiba-tiba berubah menjadi odong-odong, puncaknya, seorang kakek yang menggunakan kursi roda tiba-tiba berubah menjadi odong-odong, semua orang panik, takut berubah menjadi kaleng, dengan make up cat kuda terbang.

semua hanya terjadi di kota kami, jika melewati batas kota, semuanya kembali ke asal, dari mobil menjadi mobil, dari motor menjadi motor, kakek-kakek berhenti menjadi odong-odong, sedangkan di batas-batas kota yang tak jelas, banyak terdapat centaur, mahluk separuh odong-odong.
walikota memerintahkan kota dikosongkan, semua hal beroda dimusnahkan, lalu kota kami menjadi mati. kematian kota yang indah, demikian kata teman saya.

                                                                            *      *      *

kecuali satu odong-odong yang tak bisa mati, dengan sais lelaki serupa herkules, ia muncul setiap dini hari, ia keluar tiba-tiba dari televisi yang belum dimatikan, di rumah siapa saja, seperti di film kartun. namun ia nyata, di sudut-sudut yang ramai dengan pejalan kaki, ia menawarkan tumpangan gratis  ke bulan, dengan odong-odong berwarna merah jambu, dengan toa berlagu india.

ke bulan, demikian katanya, sambil menunjuk kursi-kursi yang lengang. dengan sebungkus kacang, saya membayar tiketnya, lalu naik odong-odong itu, ke bulan.

*ditulis untuk memperingati Hari Bebas Knalpot Sedunia :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar