Sabtu, 10 Desember 2011

karna

*fur meine nebel

kata uwa, jadilah kunthi, ibu para pandawa.


panggung menjadi gelap, lalu dalam temaram munculah radha, perempuan tua yang menemukan bayi radea di sungai, hanyut dalam peti kayu. radha perempuan desa, buta huruf, istri sais kereta kuda. dimata radha, radea adalah titipan sang hidup, yang memilihnya menjadi ibu kehidupan. bukan ibu yang menghilangkan.

lalu siluet hutan melatari panggung yang putih. resi yang gemar berperang, guru para ksatria pembunuh, parashurama, akhirnya menerima radea muda menjadi murid. siapa radea, belakangan parashurama menyesali keputusannya. semula ia percaya radea anak brahmana, ia terima menjadi murid karena sifat beraninya. dalam suratnya kelak, radea akan menyatakan siapa dirinya. radea, demikian kata parashurama, telah membohonginya, itu sebab ia tak tuntas sampai mantra terakhir pengendali pusaka brahmasta. dalam marahnya, parashurama berkata, bohong adalah bagian dari keangkuhan. bagi radea, angkuh adalah menjaga kehormatan.

selepas terusir dari padepokan parashurama, radea datang pada sayembara memanah antara pandawa dan para kurawa. dengan pongah, para pandawa menolaknya ikut serta. karena radea, demikian kata arjuna, tak jelas asal usulnya. ia bukan kasta ksatria, karenanya tak layak bertarung dengan para ksatria.

syahdan, karena takjub akan keberanian radea, suyudana sang raja kurawa mengangkatnya menjadi adipati awangga, dengan nama baru, karna. bagi radea, suyudana adalah pembebas dari kepongahan para pandawa, itu sebab ia bersedia berperang di pihak kurawa. baginya, ia bukan berperang demi tanah yang terebut, bukan pula demi kejayaan amarta, ia berperang demi kehormatannya sendiri.

lalu awan menggumpal hitam, bayangan anak panah dan tabuhan genderang perang.

kunthi, ibu para pandawa merasakan keanehan. saat merasakan kehadiran karna, ia menemukan penghuni dari ruang kosong di dalam dirinya yang bertahun-tahun hilang. sebelum menjadi permaisuri pandu, kunthi pernah bercinta dengan dewa surya. lalu lahirlah bayi terbuang, radha menamakannya radea. kunti mengatur pertemuan di kuil yang sepi dengan karna. ia masih ragu.

dalam pertemuan itu, kunthi memastikan bahwa karna adalah bayi yang terbuang itu. ia meminta karna mengalah dalam pertempuran di kurusetra, biar semua orang tetap hidup. namun perang adalah pembebas jiwa, demikian kata karna. bagi ksatria, perang adalah hidup, tanpanya ia bukan siapa-siapa. karna memilih maju ke medan laga.

panggung sejenak gelap, karna siap berperang, panah dan busur dalam selempang, mata tombak sudah ditajamkan. ia meninggalkan surtikanti, putri raja yang dinikahinya selepas suyudana membebaskannya dari kasta. dalam suratnya, karna pamit untuk kali terakhir pada istrinya. kesedihan, kata karna, adalah saat kamu bisa memandangku, sedangkanku tak bisa memandangimu lagi.

lalu gelap, hanya genderang perang. panah dan tombak beterbangan. karna gugur, bersama kehormatannya.
panggung lalu membisu, gelap, sunyi.

saat karna menemui kunthi, saya teringat pada adegan achilles menemui hera menjelang perang troya. tidak seperti kunthi yang menghiba karna biar tak maju ke medan laga, hera berkata, "anakku, jika kau ingin mati bahagia di usia tua, pulanglah".

tetapi," lanjut hera, "jika kau ingin abadi sepanjang masa, pergilah ke medan laga".

*setelah menonton "karna" di salihara barusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar